Senin, 31 Oktober 2011

Filsafat Wayang Memukau Kaum Muda Belanda

·

Filsafat Wayang Memukau Kaum Muda Belanda, Ketika di Indonesia, peminat wayang semakin berkurang, sebaliknya di Belanda, wayang justru masuk ke sekolah-sekolah menengah melalui animasi.

Bahasanya yang santun dan ceritanya yang menarik, membuat wayang semakin diminati di kalangan pendidik dan anak muda. Demikian dilaporkan Radio Belanda, RNW.

Kalau berbicara soal wayang di Belanda, kebalikan dari apa yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia yang merupakan negara asal, wayang semakin ditinggalkan, khususnya oleh kaum muda.


Memang di Indonesia, saat ini banyak anak muda yang berminat jadi dalang, namun itu tak dibarengi dengan fasilitas yang ada, karena minimnya pagelaran. Hal itu bisa dipahami karena untuk menggelar pertunjukan, seseorang harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

Namun di Belanda, menurut Heidi Hinzler, yang selama ini disibukkan dengan berbagai proyek pementasan wayang di Belanda mengatakan, orang Belanda tertarik akan wayang karena cerita-cerita filsafat di baliknya seperti Ramayana dan Mahabarata.

Sejarah hubungan antara Indonesia-Belanda juga merupakan salah satu faktor penarik mengapa wayang digemari. “Dulu ada pendidikan wayang untuk pegawai negeri kolonial di Leiden.”

Museum Nusantara di Delft, khusus punya bahan itu dan mereka ingin mendekatkan timur dengan barat. Karena itu cerita dari barat yang dibungkus dengan medium dari timur yaitu Indonesia, dalam bentuk wayang.

FILSAFAT WAYANG

Dari dulu orang Belanda tertarik kepada wayang, walaupun di Belanda sendiri juga ada boneka tradisional. “Tapi mereka tertarik pada filsafat Mahabarata dan Ramayana yang dikasi lihat di wayang,” tutur Heidi Hinzler.

Khusus untuk sekolah, tambahnya, wayang digunakan untuk pendidikan anak-anak supaya mempelajari latar belakang dan juga filsafatnya untuk membangun karakter mereka.

“Dan juga untuk speech belajar bahasa yang sopan dan yang bagus karena ada banyak anak-anak di sini yang bahasanya Belandanya jelek. Karena itu wayang animasi laku di sekolah untuk belajar.”

Pelajaran sejarah di sekolah-sekolah lebih gampang dicerna melalui wayang daripada membaca buku. Misalnya saja soal cerita Willem van Oranje.

“Kebanyakan anak-anak sekarang tak mampu atau malas, mereka lebih tertarik lihat di screen layar daripada baca buku. Hal itu bukan hanya di Belanda, tapi juga di Inggris dan Jerman”.

Anak-anak, menurutnya, senang dengan wayang. Seperti belum lama ini ada workshop wayang yang digelar di sebuah sekolah menengah di Leiden.

BELAJAR GERAK GERIK

“Di sana anak-anak mau belajar gerak-geriknya dan mau belajar tari yang klasik dan lain lainnya. Mereka antusias sekali. Mereka tertarik dengan tokoh dalam wayang bukan hanya saja punawakawan tapi raja-raja dengan pakainnya yang bagus.”

Karakter wayang membuat anak sekolah tertarik.. Karena biasanya pagelaran wayang tidak hanya saja perang atau menampilkan yang lucu-lucu tapi juga tentang dilema manusia.

Selain sejarah Belanda seperti Willem van Oranje, pentas wayang juga menampilkan sejarah hubungan Indonesia-Belanda misalnya pagelaran wayang Jan Pieterzoon Coen serta wayang Revolus

“Saya kira lebih jelas daripada yang ditulis di buku. Di buku hanya ada kalimat jadi kurang menarik. Sementara kalau dikerjakan di wayang akan lebih menarik''

BANK DATA WAYANG

Proyek Bank Data wayang dibuat karena wayang bertebaran baik itu di museum dan rumah pribadi di Belanda. “Ada banyak wayang dari Jawa, Bali, Lombok macem-macem dan kebanyakan orang tidak tahu siapa dan dipakai untuk apa, serta dari daerah mana dan untuk apa.”

Heidi menambahkan, dia akan bekerjasama dengan dalang seperti Ki Lejar Subroto untuk memeriksanya. Supaya ada data soal keberadaan wayang di Belanda. (RNW/dms)

sumber
Tags
wayang kulit, filsafat wayang, filsafat wayang kulit, bank data wayang.

0 komentar: